Lampung – Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (PUSSbik) Lampung mendesak pemerintah untuk segera memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Seruan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif PUSSbik Lampung, Aryanto Yusuf, dalam acara yang digelar di Cana Sky Lounge Rooftop Hotel Aston Bandar Lampung, pada Selasa, 25 Februari 2025.
Aryanto Yusuf, yang juga bagian dari Koalisi Genap (Gerakan Nasional Pengendalian MBDK), menyatakan bahwa pengenaan cukai sebesar 20 persen terhadap produk MBDK yang dijual bebas ke masyarakat sangat penting. Menurutnya, langkah ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi MBDK, yang saat ini sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan.
"Selain itu, pendapatan yang diperoleh dari cukai MBDK harus sepenuhnya dialokasikan untuk kepentingan publik, terutama dalam program kesehatan dan pendidikan. Pemerintah daerah Kabupaten atau Kota harus terlibat dalam pengelolaan dana tersebut melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK), untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara tepat sasaran," tegas Aryanto.
PUSSbik juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat sipil dan akademisi dalam penyusunan petunjuk teknis dan proposal penggunaan dana tersebut, agar hanya digunakan untuk program peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan dana untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan tujuan utama.
Dalam kesempatan itu, Aryanto mengungkapkan data mencengangkan terkait prevalensi obesitas dan konsumsi MBDK di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2018, prevalensi obesitas pada remaja usia 13–15 tahun mencapai 20 persen, sementara pada remaja usia 16–18 tahun mencapai 13,6 persen. Angka ini menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis yang berlebihan telah menyebabkan obesitas yang berisiko tinggi terhadap berbagai penyakit, termasuk diabetes.
"Konsumsi MBDK yang tinggi juga berkontribusi pada beban biaya kesehatan negara, khususnya yang ditanggung oleh BPJS. Pada tahun 2022, BPJS mengeluarkan biaya sebesar Rp 24,1 triliun untuk mengobati penyakit tidak menular, dengan diabetes menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyedot anggaran," jelasnya.
Lebih lanjut, Aryanto menyatakan bahwa dampak dari konsumsi MBDK tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa, tetapi juga oleh anak-anak, terutama anak perempuan yang berisiko melahirkan anak dengan kondisi obesitas dan berpotensi menderita diabetes di masa depan. Oleh karena itu, pemberlakuan PP Cukai MBDK diharapkan dapat menurunkan angka konsumsi minuman manis di kalangan anak-anak sekaligus menyediakan dana untuk membiayai pengobatan penyakit tidak menular.
Potensi pendapatan negara dari cukai MBDK diperkirakan mencapai Rp 6-7 triliun per tahun, yang dapat digunakan untuk mendanai program kesehatan, pendidikan, dan subsidi pangan sehat. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi MBDK yang berlebihan, meningkatkan pendapatan negara, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
"Pengenaan cukai MBDK bukan hanya soal mengontrol konsumsi, tetapi juga tentang memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pengalokasian dana untuk program-program yang mendukung kesehatan dan edukasi," tutup Aryanto.(Rd)
Silahkan Berikan Komentar Anda